Membentuk Kader Organisasi Yang Militan, Intelek, Kreatif, Inovatif, dan Generatif
Kata kerja “membentuk” merupakan kata kerja berawalan, yaitu kata kerja “bentuk”, yang diberi awalan me. Awalan ini menjadikan kata dasar tersebut bersifat aktif. Jadi apabila kata kerja ini dikenakan pada kata benda maka akan menjadikan kata benda tersebut aktif, atau lebih tepatnya melakukan pekerjaan yang aktif. Kata dasar “bentuk” memiliki makna, yaitu lengkung, bangun, rupa, tekstur, jika diberikan awalan me-, berubah menjadi kata “membentuk” yang memiliki makna, yaitu usaha yang dikenakan pada suatu objek agar objek tersebut berubah rupa, tekstur, selain itu bermakna membimbing, dan mewujudkan.
Selanjutnya adalah kata benda, yaitu Kader. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, kader adalah orang ternama (= pengurus) dalam sebuah organisasi, baik sipil maupun militer. Jadi secara umum dapat diartikan kader itu sebagai sebutan bagi pengurus organisasi.
Kata selanjutnya yang dipakai adalah kata militan. Militan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional termasuk kata adjektifa (kata yang menjelaskan nomina atau pronomina) memiliki pengertian bersemangat tinggi; penuh gairah. Dijelaskan pula kata militansi yang termasuk kata nomina memiliki pengertian Ketangguhan dalam berjuang, menghadapi kesulitan, berperang.
Intelek menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daya atau proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan , daya akal budi, kecerdasan berpikir. Sedangkan orang yang menggunakan inteleknya untuk bekerja, belajar, membayangkan, mengagas, dan menjawab persoalan dengan berbagai idea, disebut intelektual.
Kreatif menurut KBBI termasuk kedalam kata sifat yang bermakna, memiliki daya cipta, hasil daya khayal, dan merupakan hasil buah pikiran atau kecerdasan manusia. Inovatif menurut KBBI yaitu bersifat memperkenalkan sesuatu yang baru, bersifat pembaruan. Dan kata terakhir yang digunakan pada judul adalah generatif, menurut KBBI bermakna sebagai bersifat menerangkan dengan kaidah-kaidah yang merupakan pemerian struktur tentang kalimat dalam di sebuah bahasa, namun dalam konteks kalimat pada tema essai ini, yang dimaksud adalah dapat menggilirkan periode jabatannya pada generasi selanjutnya.
Kembali pada sudut pandang yang utuh, pembentukan kader yang militan, intelek, kreatif, inovatif, dan generatif merupakan goal setting dari setiap organisasi yang memiliki eksistensi hingga saat ini. Setiap organisasi, baik bersifat sosial-masyarakat, politik, agamis, akademis, dan berbagai latar belakang memiliki kesamaan yaitu sebagai tempat berkumpulnya dua orang atau lebih yang memiliki visi dan misi yang sama yang kemudian bersama-sama melakukan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dalam setiap perkumpulan tersebut, sudah pasti melibatkan begitu banyak orang yang memiliki begitu banyak pula pemikiran. Banyak teori-teori organisasi yang telah berkembang menjelaskan bagaimana manajemen suatu organisasi, memanajemen sumber daya manusia maupun alam.
Salah satu hal terpenting dalam keberlangsungan dan keeksistensian suatu organisasi adalah proses pengrekrutan kader-kader berkualitas yang nantinya akan meneruskan tambuk kepemimpinan organisasi tersebut di masa mendatang. Proses pengrekrutan kader yang kemudian biasanya disebut pengkaderan bukan hal yang enteng, perlu penyeleksian yang ketat agar residu yang tersisa diatas filter kader memang merupakan kader-kader terbaik.
Oleh karena kader dianggap sebagai ujung tombak suatu organisasi, maka kriteria minimum yang wajib dimiliki harus tinggi. Salah satu kriteria tersebut adalah para kader harus memiliki jiwa militan. Seperti yang telah dijelaskan diawal, jiwa militan yaitu jiwa semangat membara, mengebu-gebu dan penuh gairah dalam melaksanakan amanah yang diemban dalam keorganisasian tersebut. Seorang kader tidak akan pernah mendapatkan sebutan militan, jika komitmen dan tujuan dalam organisasi tersebut tidak begitu kuat. Kuat tidaknya tujuan bahkan komitmen seseorang, sebenarnya bergantung dari niat orang tersebut, dalam hal ini kader, untuk terjun dalam organisasi. Allah pernah mengatakan dalam Alqur’an bahwasanya setiap orang akan mendapatkan apapun yang diniatkannya, jika seseorang melakukan sesuatu dengan niat dunia maka untuknyalah dunia itu, dan dia tidak akan merasakan sedikitpun nikmat akhirat. Begitupun jika niat seseorang tersebut untuk mendapatkan ridho Allah, maka untuknya lah rahmat dan ridhoNya. Kemurnian niat untuk melakukan sesuatu hanya karena takut kepada Allah dan hanya mengharapkan rahmat serta ridho Nya, maka sudah pasti perilaku yang tercermin adalah perilaku militan, yang sungguh-sungguh dan bersemangat. Menurut tinjauan pustaka dan pengamatan, tingkat militansinya seorang kader dalam mengemban amanah lebih besar diakibatkan karena ketakutannya kepada Allah, beratnya amanah dan konsekuensi yang dibebankan kepadanya. Hal tersebut yang membuatnya seolah tidak memiliki pilihan lain kecuali menyerahkan ketotalan dirinya yang diwujudkan pada setiap aktivitas dalam menjalankan amanah itu sendiri.
Beratnya amanah dijelaskan dalam Alqur’an surat Al-Ahzab : 72, sebagai berikut :
“ Sesungguhnya, Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, namun semuanya enggan untuk memikul amanah itu. Mereka khawatir akan megkhianatinya dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya, manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.
Allah telah menggambarkan betapa berat amanah yang dipikulkan kepada manusia, dalam berbagai hal termasuk pada lingkup kecil yaitu organisasi. Betapa tidak, langit, bumi, gunung yang ukurannya sangat besar saja tidak sanggup karena takut mengkhianati, tapi manusia yang amat zalim dan bodoh ini menerima, bahkan manusia itu sendiri tidak tahu bagaimana konsekuensi amanah itu, mungkin karena kezaliman dan kebodohannya.
Kebodohan dan kezaliman yang telah menjadi sifat buruk manusia, harus menjadi intropeksi diri bagi seorang kader yang telah memikul amanah pada pundaknya tersebut. Jiwa militan saja tidaklah cukup, perlu faktor penunjang lainnya, yaitu kecerdasan dalam berpikir yang dikenal dengan sebutan intelek. Kader yang intelek mampu berpikir sebelum mengambil keputusan dan bertindak. Sifat ini sangat dibutuhkan pada diri setiap kader agar terhindar dari keburukan sifatnya yang telah disebutkan Allah dalam surat Al-Ahzab diatas. Kadar intelek kader tersebut yang nantinya akan menuntunnya memecahkan persoalan dengan pendekatan yang benar, bijak dan sesuai syariat, tanpa mempertimbangkan nafsu syaithan yang berada disekitarnya. Tentu saja intelek yang harus dimiliki kader bukan hanya dalam pandangan sempit intelegent quotion saja, namun juga emotional quotiondan yang terpenting spiritual quotion. Agar kecerdasannya itu dapat disalurkannya dengan cara dan metode yang benar.
Organisasi yang latar belakangnya dunia, akan memenangkan perhelatan dengan organisasi yang berlatar belakang islam jika kader-kader yang menunjang organisasi disana memiliki intelektual tinggi dibandingkan organisasi dakwah kita saat ini. Jadi sebagai kader yang benar-benar berkomitmen di organisasi, sifat intelek tersebut sudah semestinya ditumbuhkembangkan dengan berbagai macam cara, diantaranya dengan sering mentadaburi Alqur’an, berdiskusi, membaca buku, mengikuti tarbiyah dan kegiatan-kegiatan yang berguna untuk mempertajam tingkat intelektual kader.
Perkembangan dunia yang kini semakin pesat, kecanggihan teknologi, dan kecanggihan pemikiran manusia, mengakibatkan persaingan dalam berbagai bidang. Hal ini tentu saja menuntut setiap kader melakukan lompatan/transformasi paradigma. Jika selama ini kader hanya berpikir bagaimana agar bisa hidup, dan itu saja cukup, maka sekarang bukan lagi masalah bertahan hidup tetapi tuntutan kader sekarang adalah bagaimana organisasi yang digelutinya memenangkan persaingan yang terjadi. Dalam era persaingan saat ini, jika tidak memiliki kelebihan, maka akan tersingkirkan dan terbuang. Tentu saja itu bukanlah suatu organisasi. Perlu adanya upaya real dalam menyikapi persaingan tersebut, yaitu dengan membentuk kader-kader yang memiliki jiwa kreatif dan inovatif yang tinggi. Jiwa kreatif seperti yang telah dijelaskan diawal berkaitan dengan hasil kecerdasan manusia dalam mendaya cipta. Semakin kreatif kader dalam hal mempublikasikan kegiatan-kegiatannya, mempublikasikan produk-produknya, merekrut kader mudanya, maka akan semakin besar peluang memenangkan persaingan terutama dengan organisasi yang notabenenya nonislam. Organisasi yang memenangkan, sudah tentu dapat menjadi eksis dan terkenal, yang implikasinya dapat memudahkan organisasi tersebut merekrut kader yang lebih baik lagi ke depannya.
Seperti yang telah diketahui, militan, intelek, dan kreatif saja belum cukup bagi kader yang berkomitmen pada kemenangan organisasinya. Kader juga perlu memiliki jiwa inovatif. Penerapannya dapat dilakukan pada pembuatan program kerja yang menarik minat sasaran organisasinya (dalam organisasi islam, dikenal dengan sasaran dakwah). Kader yang inovatif akan memberikan aliran udara segar bagi para penghuni organisasi, yang bisa meniupkan topan semangat dan keceriaan dalam berbuat kebaikan. Selain itu, kegiatan-kegiatan yang masih baru dan fresh yang ditujukan pada sasaran organisasi, membuat sasaran akan semakin tertarik dan bersemangat mengikuti organisasi tersebut. Sehingga pengrekrutan kader selanjutnya akan semakin mudah dan memiliki peluang besar.
Seperti yang telah diketahui bahwasanya umur jabatan kader di setiap organisasi tidak lama, adanya tenggat masa jabatan yang menandakan berakhirnya amanah yang diembannya dalam organisasi itu, maka sudah seharusnya kader-kader tersebut mempersiapkan para penerus yang akan menggantikan mereka. Tentu bukan perkara mudah dalam memilih kader baru yang compatible. Oleh karena itu perlunya sifat yang terakhir yang harus dimiliki kader yaitu generatif. Makna generatif itu sendiri adalah mampu menurunkan tambuk kepemimpinan pada generasi selanjutnya. Sifat generatif yang melekat pada diri kader akan sangat membantu kader untuk memberikan ilmu dan pengalaman pada generasi kader selanjutnya, begitupun prosesnya akan terus berulang hingga Allah tetapkan hari akhir dunia, yang menandakan tidak ada lagi aktivitas manusia di muka bumi.
Dunia organisasi, hanyalah cuplikan kecil kehidupan sekelompok manusia yang menjalankan amanah, ada begitu banyak cuplikan lain dalam persendian hidup manusia. Ada begitu banyak organisasi bentuk lain di dunia ini, bahkan bentuk itu terdapat pada unit terkecil diri kita sendiri, yang dinamakan kepemimpinan dan pengorganisasian diri sendiri.
Bagaimanapun manusia diberikan kesempatan hidup di dunia adalah untuk menyembah kepada Allah, cara penyembahan itu begitu luas, salah satunya adalah kehidupan organisasinya di dunia. Semoga amanah-amanah yang diberikan kepada kita yang notabenenya adalah seorang kader dakwah maupun kader lainnya, dapat kita emban dengan sebaik-baiknya. Hal ini dikarenakan begitu lemahnya kekuatan manusia dalam memegang amanah tersebut. Amanah itu bisa saja terlepas dari diri bahkan menghilang. Tentu saja keadaan itu dapat membuat manusia berada dalam kondisi rugi bahkan celaka.
Rosulullah pernah mengatakan dalam hadistnya berikut ini : “Rosulullah bercerita pada sahabat mengenai amanah yang akan dihilangkan. Beliau bersabda, ‘Seorang laki-laki tidur, lalu amanah diambil dari hatinya. Hanya bekasnya yang tinggal, seperti bekas luka. Kemudian, orang tersebut tidur, lalu amanah diambil dari hatinya dan tinggal bekasnya seperti kulit tangan yang melepuh setelah kerja. Seperti bara yang digelindingkan ke kaki mu, lalu kulitnya melepuh. Kamu lihat bengkak, namun didalmnya kosong.”
Naudzubillah, semoga kita termasuk hamba-hamba Nya yang tidak dilenakan pada kesenangan sesaat dunia yang membuat lepasnya amanah dari hati kita, yaitu amanah sebagai manusia, amanah sebagai khalifah, dan amanah sebagai hamba Nya. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari ini semua.
Wallahualam bisshawab.
0 Response to "Membentuk Kader Organisasi Yang Militan, Intelek, Kreatif, Inovatif, dan Generatif"
Posting Komentar