Madrasah Bermutu, Madrasah Smart.

Madrasah merupakan salah satu lembaga yang bertugas untuk menjalankan amanat Undang-Undang Dasar 1945, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena di dalam madrasah terdapat proses pendidikan yang merupakan wadah untuk mentransfer ilmu pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik. Selain itu, madrasah juga memiliki tugas untuk menanamkan nilai-nilai spiritual (nilai Islami) kepada peserta didik.
Namun, eksistensi madrasah telah terabaikan selama beberapa periode terakhir. Hal ini terbukti dengan lambatnya perkembangan dalam lingkup internal madrasah. Akibatnya, animo masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya di madrasah sangatlah rendah. Hal inilah yang ikut memunculkan distingsi yang mencolok antara sekolah umum dan madrasah. Tegasnya, di saat madrasah sedang berjuang untuk berlomba-lomba mencari siswa, di lain sisi, sekolah umum justru sibuk menyeleksi calon siswanya dan tentunya akan ada calon siswa yang ditolak untuk belajar di sekolah yang dianggap “favorit” tersebut.
Fenoma ini berjalan selama beberapa tahun terakhir. Hingga akhirnya, terjadi luberan siswa di sekolah-sekolah umum dan sepinya peminat di madrasah-madrasah. Dengan kata lain, kuantitas peminat madrasah menurun drastis.
Padahal, seperti yang kita ketahui bahwa madrasahlah yang justru menanamkan nilai-nilai spiritual dan intelektual kepada siswanya. Di madrasah siswa dididik secara integratif antara ilmu umum dan ilmu agama. Namun, keberadaan ilmu agama yang di dalamnya terdapat nilai spiritual ini tidak menjadi hal yang menarik bagi generasi muda.
Akibatnya, saat ini pada level generasi muda mengalami desakralisasi nilai-nilai agama. Bukti dari adanya krisis moral ini adalah banyaknya media massa yang mengekspos keberadaan remaja yang sudah jauh dari nilai-nilai agama, seperti tawuran remaja, free sex, dan hal-hal lain yang bersifat pornografi dan pornoaksi.
Saat melihat fenomana semacam ini, para pemegang kebijakan tersentak dan kaget dengan adanya perubahan sikap remaja yang menuju demoralisasi, yaitu suatu sikap yang sudah melupakan nilai-nilai agama dan hanya mengedepankan nilai-nilai dan budaya barat atau secara leksikal demoralisasi berarti keruntuhan akhlak atau kemerosotan moral.
Dengan adanya fenomena semacam ini, para pemegang kebijakan mulai sadar akan pentingnya keberadaan pendidikan madrasah dalam masyarakat. Mereka sadar bahwa madrasah bukan hanya bertugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tapi juga ikut serta membangun generasi bangsa yang bermoral dan bermartabat dengan senantiasa mengedepankan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh agama. Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Agama ikut serta membantu eksistensi madrasah untuk berkembang dan berevolusi menuju lembaga pendidikan yang profesional menjadi Madrasah Smart.
Walaupun ini terkesan terlambat, tapi kita perlu menyambut positif program pemerintah tersebut dengan ikut serta merevolusi proses pendidikan yang ada di madrasah sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan madrasah guna mewujudkan madrasah bermutu/Madrasah Smart di masa depan. Untuk menjawab tantangan madrasah, maka harus dirumuskan sebuah formula yang harus dijawab dan diimplementasikan, yaitu: 1) memantapkan tujuan pendidikan yang edial, 2) menentukan indikator/kriteria madrasah bermutu/Madrasah Smart 3) upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh madrasah untuk meningkatkan mutu pendidikannya.
A. Tujuan Pendidikan
Secara terminologi madrasah dan sekolah adalah sama. Kata “madrasah” berasal dari bahasa arab yang berarti “sekolah”. Jadi pada dasarnya madrasah dan sekolah merupakan satu nama tapi beda lembaga. Pertama kali madrasah muncul di wilayah pesantren sebagai sarana bagi para santri untuk mendapatkan ilmu yang lebih luas dan mempermudah santri jika mereka ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Jadi, pada dasarnya madrasah dan sekolah umum adalah sama, yaitu keduanya merupakan lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat proses belajar mengajar. Oleh karena itu, tujuan didirikannya madrasah dan sekolah adalah sama yaitu berorientasi pada pendidikan atau untuk mencapai tujuan-tujuan dalam dunia pendidikan.
Secara umum tujuan-tujuan pendidikan dibagi menjadi 4 macam ,yaitu: 
1) Tujuan Pendidikan Nasional,
2) Tujuan Institusional,
3) Tujuan Kurikuler,
4) Tujuan Instruksional.
Tujuan pendidikan Nasional menurut Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab. Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional di atas M. Yusuf al-Qardawi memberikan penjelasan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan ketrampilannya.[3] Berdasarkan dari paparan ini, kita bisa melihat bahwa posisi ilmu agama dan ilmu umum adalah integral. Dengan kata lain, pemerintah sudah seharusnya bukan mengedepankan nilai-nilai intelektual semata, namun juga harus berorentasi spiritual (berakhlakul karimah).
Tujuan institusional, berhubungan dengan tujuan atau target yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan. Tujuan institusional ini harus selaras dan relevan dengan tujuan pendidikan nasional.
Tujuan kurikuler juga harus selaras dan relevans dengan tujuan pendidikan nasional dan institusional karena tujuan kurikuler ini merupakan tindak lanjut dari tujuan institusional.
Tujuan instruksional lebih bersifat praktis, dalam arti tujuan ini diharapkan dapat tercapai ketika terjadi Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa baik madrasah maupun sekolah umum memiliki tujuan yang sama dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, penulis menarik benang merah bahwa antara madrasah dan sekolah umum tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal penyelenggaraan pendidikan karena keduanya memiliki tujuan yang sama dan juga tugas yang sama, yaitu membentuk manusia seutuhnya. Bahkan dalam hal pembentukan karakter generasi muda, peran madrasah lebih besar karena di dalamnya terdapat lebih banyak muatan keagamaan daripada sekolah umum.

B. Kriteria Madrasah Bermutu/Madrasah Smart.
Dalam konteks pendidikan, definisi mutu mengacu pada input, proses, output, dan outcome dampaknya terhadap masyarakat secara luas. Dari segi masukan, mutu di sini dapat dilihat dari beberapa sisi: pertama masukan SDM yang ada di dalamnya. Apakah memenuhi standar kualifikasi akademik, apakah kondisinya baik atau tidak mutu masukannya. Seperti mutu kepala Madrasah, guru, siswa serta staf-stafnya. Kedua, memenuhi kriteria atau tidak masukan sarana dan prasarana yang ada, seperti buku-buku, alat peraga dan lain sebagainya. Ketiga, memenuhi kriteria atau tidak masukan perangkat lunaknya, seperti peraturan, struktur organisasi, job deskriptionnya. Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan, seperti Visi, Missi, motivasi kerja, ketekunan, dan kesadaran akan kerja. Adapun mutu proses merupakan kemampuan sumber daya madrasah menstranformasikan multijenis masukan di atas dan situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik. Sedangkan hasil pendidikan dianggap bermutu manakala mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler (life skill) pada peserta didik. Penulis menambahkan di sini dengan nilai tambah yang lain, yaitu kemampuan yang berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Merujuk pada pemikiran Edward Sallis, bahwa sekolah yang bermutu dapat diidentifikasikan melalui ciri-cirinya, yaitu:
  1. Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal (pimpinan lembaga, pendidik, staf) maupun eksternal (peserta didik, wali murid, dunia usaha, dan masyarkat).
  2. Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul , dengan komitmen untuk bekerja secara benar dari awal.
  3. Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusianya, sehingga terhindar dari berbagai “kerusakan psikologis” yang sangat sulit memperbaikinya.
  4. Sekolah memiliki strategi untuk mencapai mutu, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif.
  5. Sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapai mutu dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada masa berikutnya.
  6. Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
  7. Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
  8. Sekolah mendorong orang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas.
  9. Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horizontal.
  10. Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.
  11. Sekolah memnadang atau menempatkan mutu yang telah dicapai sebagai jalan untuk untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.
  12. Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja.
  13. Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus sebagai suatu keharusan


C. Menuju Madrasah Bermutu/Madrasah Smart
Lantas, bagaimanakah kriteria untuk menjadi sekolah atau madrasah bermutu?. Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis akan membahas tipe-tipe madrasah bermutu yang merupakan tolak ukur keberhasilan madrasah dalam mengembangkan lembaganya.
Menurut Moedjiarto, terdapat beberapa tipe sekolah atau madrasah yang unggulan atau bermutu dalam konteks Indonesia, yaitu:
  1. Suatu sekolah yang inputnya unggul atau berkualitas, namun proses belajar mengajarnya biasa saja dan melahirkan lulusan yang unggul. Dengan kata lain keunggulan sekolah ini memang merupakan bawaan sebelum siswa masuk ke sekolah tersebut.
  2. Suatu sekolah yang unggul dalam hal fasilitas. Karena fasilitasnya unggul, maka harga fasilitas tersebut sudah barang tentu sangat mahal. Di sekolah semacam ini, dengan fasilitas yang serba mewah tersebut, daya tahan siswa untuk belajar bisa lebih lama. Gurunya juga pilihan, dengan rasio guru murid sangat baik. Dengan demikian, harapannya proses belajar mengajar akan berjalan lancar dan lulusannya juga akan bermutu tinggi.
  3. Sekolah ataua madrasah yang unggul jenis yang ketiga adalah yang penekanannya pada iklim belajar yang positif yang ada di lingkungan sekolah.

Pengamat pendidikan di tanah air belum banyak menyoroti tipe sekolah unggul yang ke-3 ini. Di Amerika Serikat, masih menurut Moedjiarto, yang dinamakan sekolah yang unggul adalah sekolah yang mampu memproses siswa yang bermutu rendah waktu masuk sekolah tersebut (input rendah), menjadi lulusan yang bermutu tinggi (output tinggi).
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka madrasah pun memiliki peluang untuk menjadi sekolah unggulan atau lebih tepatnya disebut dengan madrasah bermutu/Smart.
Dengan kata lain, madrasah bermutu sebagai sarana untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu di lingkungan madrasah. Karena madrasah bermutu bukan lahir dari tanpa usaha dan perencanaan, tapi madrasah bermutu terlahir dari usaha yang keras yang didahului dengan strategic planning yang jelas yang berlandaskan pada nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai intelektual.
Sehingga peluang menjadi madrasah unggulan dengan pendidikan yang berkualitas tidak lagi menjadi hal yang utopis bagi madrasah. Berikut ini, beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan oleh madrasah untuk menuju madrasah unggulan atau bermutu guna meningkatkan kualitas pendidikan yang ada di lingkungan madrasah, yaitu:
1) Merumuskan landasan gerak madrasah.
Sebuah upaya untuk memaksimalkan aktivitas madrasah yang berlandaskan Al-Qur’an dan Al-Hadits karena keduanya merupakan sumber ilmu pengetahuan. Al-Qur’an dan al Hadits dijadikan “bahan baku utama” dalam pengembangan kualitas dan kuantitas pendidikan di madrasah. Dengan kata lain, madrasah membangun nilai-nilai spiritual dan intelektual bagi peserta didik yang ada. Rumusan ini akan menjadi karakteristik madrasah unggulan karena di dalam madrasah semacam ini, pembelajaran tidak hanya fokus pada ilmu agama saja, namun juga tentang teknologi informasi. Jadi gabungan antara ilmu keagamaan dan keteknologian atau disebut dengan istilah integrated science.
2) Merumuskan strategic management dan strategic planning.
Rumusan ini digunakan untuk memetakan perkembangan madrasah ke depan. Perkembangan pendidikan di madrasah harus dilihat dan ditata dengan strategi yang jitu karena problematikanya kian bertambah bervariasi.
Konsep-konsep dasar tentang manajemen strategis dikemukakan oleh Wheelen and Hunger (dalam Mulyasa,2005: 217-218), yaitu :
i. Manajemen strategis merupakan serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan (pendidikan) dalam jangka panjang. Manajemen ini meliputi : 
a) pengamatan lingkungan. Segenap komponen madrasah harus mampu membaca lingkungan secara jujur dan obyektif, ke mana arah pendidikan yang diinginkan oleh segenap pelanggannya. 
b) perumusan strategi. Dari hasil kajian lingkungan tersebut dilanjutkan perumusan strategi yang dapat dilakukan dengan menetapkan vision dan mission. Visi merupakan gambaran umum tentang kondisi yang diinginkan di masa depan. Misi ditetapkan dengan mempertimbangkan rumusan penugasan yang tuntutan dari luar dan dalam. 
c) implementasi strategi, dan 
d) evaluasi dan pengendalian.
ü Manajemen strategis menekankan pada pengamatan dan evaluasi kesempatan (opportunity), ancaman (threat), lingkungan yang dianggap sebagai kekuatan (strength), dan kelemahan (weakness). Faktor-faktor eksternal dan internal yang melingkupi perusahaan (pendidikan) harus diidentifikasi melalui analisis SWOT di atas.
3) Manajemen Sumber Daya Manusia
Pendidik atau guru menempati peran yang sangat urgen dalam proses pendidikan di lembaga madrasah. Karena inti daripada pendidikan adalah proses pembelajaran yang di dalamnya di mainkan oleh guru sebagai sutradaranya. Urgensi guru dalam proses pembelajaran terlukis sebagaimana diungkapkan oleh A. Malik Fajar, “Al-thariqoh ahammu min nal-maddah walakinna al-mudarris ahammu min nal-thariqoh (metode lebih penting dari pada materi akan tetapi guru lebih penting dari pada metode)”
Melihat urgensi peran tenaga kependidikan di atas termasuk guru di dalamnya maka pendayagunaan dan optimalisasi manajemen sumber daya manusia adalah suatu keniscayaan.
Selanjutnya, manajemen sumber daya tenaga kependidikan dapat dikatagorikan menjadi tujuh komponen, yaitu 
a) perencanaan pegawai, seperti mempertimbangkan jumlah pegawai yang direncanakan ke depan, keahliannya, dan kualifikasinya, 
b)pengadaan pegawai, tujuan daripada rekrutmen ini menyediakan tenaga profesional yang sesuai dengan bidang untuk posisi yang sesuai, 
c) pembinaan dan pengembangan pegawai, pembinaan di sini lebih beroreintasi pencapaian standar minimal, artinya diarahkan untuk dapat melakukan tugasnya sebaik mungkin dan terhindar dari pelanggaran. Sedang, pengembangan pegawai berarti upaya manajer untuk menfasilitasi mereka bisa mencapai jabatan atau status yang lebih tinggi, 
d) promosi (kenaikan pangkat atau jabatan) dan mutasi, 
e) pemberhentian pegawai, dan 
f) kompensasi merupakan imbalan yang diberikan secara berkesinambungan. Misalnya, gaji,tunjangan,fasilitas perumahan, mobil dinas, dan lain-lain.[9]
Ketujuh komponen di atas pada tataran aplikasinya harus urut, tertib dan berkesinambungan sehingga melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan.
Lembaga pendidikan yang berupa madrasah yang terkesan terbelakang dan hanya memiliki mutu pas-pasan ternyata bisa juga berevolusi menjadi lembaga pendidikan yang ideal dan menjadi madrasah yang unggul.
Namun, jalan menuju madrasah yang bermutu tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dengan deskripsi yang singkat namun jelas di atas, dapatlah dilihat bahwa madrasah yang bermutu bukan berarti madrasah yang menarik dengan biaya yang mahal.
Akan tetapi, keunggulan suatu lembaga pendidikan tidak hanya dapat diukur dari biaya yang dikeluarkan oleh siswa dan fasilitas yang dimilikinya. Namun, keunggulan suatu lembaga pendidikan terletak pada upaya pembangunan “iklim belajar” di lingkungan sekolah/Madrasah seperti di atas.
Dengan demikian, menurut kajian penulis bahwa kriteria madrasah yang bermutu adalah madrasah yang mampu membangun budaya akademis yang positif di lingkungan lembaga pendidikan yang berupa iklim belajar yang tinggi yang ada di madrasah tersebut.
Membangun budaya atau iklim belajar di lingkungan madrasah merupakan salah satu dari upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di madrasah. Namun, upaya ini masih bersifat teoritis. Sehingga sulit untuk dijadikan tolak ukur. Berikut ini, beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan oleh madrasah untuk menuju madrasah unggulan guna meningkatkan kualitas pendidikan yang ada di lingkungan madrasah, yaitu:
1) Merumuskan landasan gerak madrasah yang berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber ilmu pengetahuan.
2) Merumuskan strategic management dan strategic planning: rumusan ini digunakan untuk memetakan perkembangan madrasah ke depan.
3) Manajemen Sumber Daya Manusia untuk mewujudkan lembaga yang profesional, termasuk dalam dunia pendidikan, maka perlu memberdayakan personil yang ada dalam lembaga tersebut sesuai dengan kapasitas dan kemapuannya. Sehingga mereka bisa bekerja sesuai dengan keahliannya.
Asep Rahmat, S.Pd., M.Pd
Guru IPA MTs Negeri 3 Kota Tasikmalaya
Ketua Bid. SDM PGM Kota Tasikmalaya 

DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Penerbit Kalimah.
Danim,Sudarwan.2007. Visi Baru Manajemen Sekolah Dari Unit Birokrasi Ke Lembaga Akademik. (Jakarta:Bumi Aksara).
Fajar,Malik, Holistika Pemikiran Pendidikan,ed. Ahmad Barizi,(Jakarta:PT Raja Grafindo,2005).
E.Mulyasa, 2005. Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam konteks Menyukseskan MBS dan KBK. (Bandung: Remaja Rosdakarya)
Idi, Abdullah. 1999. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Madrasah Bermutu, Madrasah Smart."

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *